Banyubiru adalah nama desa terpencil di suatu kota di Jawa
Tengah. Alamnya sangat indah dan tanahnya subur. Di desa itu tinggal seorang
yang amat saleh dan bijaksana, bernama Ki Buyut Banyubiru. Pada suatu sore,
datanglah seorang pemuda yang ingin berguru padanya. Pemuda itu bernama Joko
Tingkir. Maksud kedatangan Joko Tingkir adalah ingin memohon ampunan dari
Sultan Demak untuk menebus kesalahanya karena telah membunuh Dadungawuk. Di
rumah Ki Buyut Banyubiru selain Joko Tingkir ada pemuda lain bernama mas Manca
yang tinggal di sana. Ia berasal dari Desa Kalpitu di lereng Gunung Lawu.
Setiap hari kedua pemuda itu menerima berbagai ilmu untuk menambah kesaktian.
Tak terasa Joko Tingkir telah brguru di Desa Banyubiru selama tiga bulan. Pada
suatu hari ia dipanggil oleh Ki Buyut Banyubiru untuk diberi nasihat dan
perintah. “Anaku Joko Tingkir, sudah tiba saatnya kau menampakan diri di
hadapan Sultan Demak. Ini, terimalah segenggam tanah. Bila kelak kau berjumpa
dengan banteng, masukan tanah ini ke dalam mulutnya. Banteng itu akan mengamuk
dan lari ke alun-alun Prawata. Saat itulah Sulatn akan memanggilmu,” kata Ki Buyut
Banyubiru. Joko Tingkir mendengar dengan seksama kemudian pamit dan mohon restu
Ki Buyut Banyubiru. Joko Tingkir ditemani oleh mas Manca, Ki wuragil dan Ki
wila menempuh perjalanan dengan menyusuri sungai menggunakan rakit. Mereka
tidak menyadari ternyata rakitnya telah dikerumuni oleh sekawanan buaya yang
langsung menyerangnya dengan buas. Dengan gagah berani mereka melawan dan
mengalahkan buaya-buaya itu. Bahkan Joko Tingkir berhasil mengalahkan raja
buaya di sungai itu. Sebagai pengakuan kekalahanya maka sebanyak 40 buaya
berbaris menopang rakit yang dinaiki Joko tingkir dan kawan-kawanya. Rakit itu
pun meluncur cepat tanpa perlu mereka dayung lagi. Akhirnya mereka tiba di tepi
sungai dan segera memasuki hutan belantara. Tiba-tiba mereka melihat seekor
banteng ganas yang seap menyerang. Joko Tingkir segera memasukan tanah yang
diberkikan oleh Ki Buyut Banyubiru ke dalam mulut banteng. Seketika itu juga
banteng mengamuk dan lari ke alun-alun Prawata. Peristiwa yang menghebohkan itu
akhirnya didengar oleh Sulan Demak. Beliau sangat cemas memikirakn keselamatan
penduduknya. Tiba-tiba ia melihat Joko Tingkir yang sedang berdiri di pinggir
alun-alun menyaksikan banteng mengamuk itu. Segera Joko Tingkir dipanggil
menghadapnya. “Kalau kau dapat mengalahkan banteng itu, aku bersedia mengampuni
kesalahanmu,” kata Sultna demak kepada Joko Tingkir. “Hamba sanggup mengalahkan
banteng itu, Tuanku.” Segera ia berlutut hormat di depan Sultan Demak dan
bersiap menghadapi banteng itu. Joko Tingkir segera memasuki alun-alun dan siap
untuk bertempur. Kedatanganya langsung menarik perhatian banteng ganas itu.
Banteng itu mendengus dan siap menyeruduk dengan tanduknya yang
tajam.Terjadilah pertarungan yang seru antara banteng dan Joko Tingkir. Ketika
banteng itu akan menyeruduk perut Joko Tingkir tiba-tiba tangan kanan Joko
Tingkir menghantam kepala kepala banteng itu. Seketika kepala banteng itu.
Seketika kepala banteng itu pecah dan tubuhnya roboh tak berdaya. Kemenangannya
disambut dengan sorak-sorai penduduk yang menyaksikan keberanianya. Setelah
berhasil memenangkan pertarungan itu Joko Tingkir kembali menghadap Sultan
Demak dan dimaafkan perbuatanya. Selanjutnya Joko Tingkir diangkat sebagai
lurah prajurit tamtama. Karena tingkah lakunya sangat sopan dan bijaksana maka
akhirnya Joko Tingkir diangkat menjadi menantu Sultan Demak.
Pesan Moral
Berusahalah menebus kesalahan kita dengan melakukan
perbuatan baik terpuji. Dalam hidup ini sebaiknya kita bersedia saling
memaafkan kesalahan orang lain
Tidak ada komentar:
Posting Komentar