Kamis, 16 Mei 2013

JOKO TINGKIR

Banyubiru adalah nama desa terpencil di suatu kota di Jawa Tengah. Alamnya sangat indah dan tanahnya subur. Di desa itu tinggal seorang yang amat saleh dan bijaksana, bernama Ki Buyut Banyubiru. Pada suatu sore, datanglah seorang pemuda yang ingin berguru padanya. Pemuda itu bernama Joko Tingkir. Maksud kedatangan Joko Tingkir adalah ingin memohon ampunan dari Sultan Demak untuk menebus kesalahanya karena telah membunuh Dadungawuk. Di rumah Ki Buyut Banyubiru selain Joko Tingkir ada pemuda lain bernama mas Manca yang tinggal di sana. Ia berasal dari Desa Kalpitu di lereng Gunung Lawu. Setiap hari kedua pemuda itu menerima berbagai ilmu untuk menambah kesaktian. Tak terasa Joko Tingkir telah brguru di Desa Banyubiru selama tiga bulan. Pada suatu hari ia dipanggil oleh Ki Buyut Banyubiru untuk diberi nasihat dan perintah. “Anaku Joko Tingkir, sudah tiba saatnya kau menampakan diri di hadapan Sultan Demak. Ini, terimalah segenggam tanah. Bila kelak kau berjumpa dengan banteng, masukan tanah ini ke dalam mulutnya. Banteng itu akan mengamuk dan lari ke alun-alun Prawata. Saat itulah Sulatn akan memanggilmu,” kata Ki Buyut Banyubiru. Joko Tingkir mendengar dengan seksama kemudian pamit dan mohon restu Ki Buyut Banyubiru. Joko Tingkir ditemani oleh mas Manca, Ki wuragil dan Ki wila menempuh perjalanan dengan menyusuri sungai menggunakan rakit. Mereka tidak menyadari ternyata rakitnya telah dikerumuni oleh sekawanan buaya yang langsung menyerangnya dengan buas. Dengan gagah berani mereka melawan dan mengalahkan buaya-buaya itu. Bahkan Joko Tingkir berhasil mengalahkan raja buaya di sungai itu. Sebagai pengakuan kekalahanya maka sebanyak 40 buaya berbaris menopang rakit yang dinaiki Joko tingkir dan kawan-kawanya. Rakit itu pun meluncur cepat tanpa perlu mereka dayung lagi. Akhirnya mereka tiba di tepi sungai dan segera memasuki hutan belantara. Tiba-tiba mereka melihat seekor banteng ganas yang seap menyerang. Joko Tingkir segera memasukan tanah yang diberkikan oleh Ki Buyut Banyubiru ke dalam mulut banteng. Seketika itu juga banteng mengamuk dan lari ke alun-alun Prawata. Peristiwa yang menghebohkan itu akhirnya didengar oleh Sulan Demak. Beliau sangat cemas memikirakn keselamatan penduduknya. Tiba-tiba ia melihat Joko Tingkir yang sedang berdiri di pinggir alun-alun menyaksikan banteng mengamuk itu. Segera Joko Tingkir dipanggil menghadapnya. “Kalau kau dapat mengalahkan banteng itu, aku bersedia mengampuni kesalahanmu,” kata Sultna demak kepada Joko Tingkir. “Hamba sanggup mengalahkan banteng itu, Tuanku.” Segera ia berlutut hormat di depan Sultan Demak dan bersiap menghadapi banteng itu. Joko Tingkir segera memasuki alun-alun dan siap untuk bertempur. Kedatanganya langsung menarik perhatian banteng ganas itu. Banteng itu mendengus dan siap menyeruduk dengan tanduknya yang tajam.Terjadilah pertarungan yang seru antara banteng dan Joko Tingkir. Ketika banteng itu akan menyeruduk perut Joko Tingkir tiba-tiba tangan kanan Joko Tingkir menghantam kepala kepala banteng itu. Seketika kepala banteng itu. Seketika kepala banteng itu pecah dan tubuhnya roboh tak berdaya. Kemenangannya disambut dengan sorak-sorai penduduk yang menyaksikan keberanianya. Setelah berhasil memenangkan pertarungan itu Joko Tingkir kembali menghadap Sultan Demak dan dimaafkan perbuatanya. Selanjutnya Joko Tingkir diangkat sebagai lurah prajurit tamtama. Karena tingkah lakunya sangat sopan dan bijaksana maka akhirnya Joko Tingkir diangkat menjadi menantu Sultan Demak.


Pesan Moral
Berusahalah menebus kesalahan kita dengan melakukan perbuatan baik terpuji. Dalam hidup ini sebaiknya kita bersedia saling memaafkan kesalahan orang lain

Tidak ada komentar:

Posting Komentar